Kamis, 09 Maret 2023

SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

 

KATA PENGANTAR

 

بسم الله الرحمن الرحيم

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN ISLAM” yang disusun dalam rangka pemenuhan tugas makalah Mata Kuliah sosiologi pendidikan Islam.

kami menyadari bahwa dalam proses penyusunan dan penyelesaian makalah ini telah banyak mendapat bantuan dari beberapa pihak berupa bimbingan, dorongan serta petunjuk-petunjuk. Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginnya kepada seluruh pihak yang turut memberikan bimbingan dan dorongan serta perhatian yang diberikan kepada kami dalam membuat makalah ini.

Semoga apa yang diberikan kepada kami mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

 

DAFTAR  ISI

 

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................      i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................     ii

BAB     I        PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang................................................................................................     1

B.      Rumusan Masalah.........................................................................................     1

BAB     II      PEMBAHASAN

A.      Konsep fitrah dan kebebasan dalam pendidikan Islam.......     2

B.      Wanita, kesetaraan dalam pendidikan Islam...............................     3

C.    Pembentukan masyarakat Islam Pertama .....................................     5

BAB     III     PENUTUP

A.      Kesimpulan........................................................................................................   18

 

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………  iii

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Yatim Badri,sejarah peradaban Islam, PT Raja Grafindo Persada:Jakarta,1993,

Tim abdi Guru, Ayo belajar Islam, Erlangga: Jakarta 1993,

Muhammad Husin Haekal, sejarah hidup Muhammad, litera Antar Nusa: Jakarta, 2009

Ajad Sudrajat dkk. Din al-Islam, UNY Press: Yogyakarta,2009

Abu Saqqah, Jati Diri Wanita Menurut Alquran dan al hadits, Al-Bayan: Bandung,1994

Muhammadiyah Djafar, Membina Pribadi Muslim, Kalam  mulia: Jakarta 1994

 

 BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Agama islam adalah agama yang universal, yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik dunia maupun akhirat.

Salah satu ajaran islam itu adalah mewajibkan kepaa umat Islam untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran islam pendidikan juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi demi terjapainya kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dengan pendidikan ituislam adalah agama ilmu dan agama akal karena islam selalu mendorong umatnya untuk mempergunakan akal dan menurut ilmu pengetahuan, agar dengan demikian mereka dapat membedakan mana yang benar mana yang salah, dapat menyelami hakikat alam, dapat menganalisa segala pengalaman yang telah dialami oleh umat-umat yang telah lalu dengan pandangan ahli-ahli filsafat yang menyebut manusia sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan, dan dengan dasar itu manusia ingin selalu mengetahui dengan apa yang ada disekitarnya.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Konsep Fitrah dan kebebasan dalam pendidikan Islam.

2.      Wanita, kesetaraan dalam pendidikan Islam.

3.      Pembentukan Masyarakat Islam Pertama.

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Konsep fitrah dan kebebasan dalam pendidikan islam

Kata fitrah berasal dari kata fathara (menciptakan), kata fitrah merupakan isim masdar, yang berarti sifat dasar yang ada pada  saat disiptakannya atau asal kejadian.[1] Zainudin mengutip pendapatnya imam Al Ghazali yang menjelaskan bahwa fitrah adalah beriman kepada Allah swt. Yaitu mengakui ke-esaan-anNya. Sedangkan fitrah menurut pandangan islam adalah ketauhidan, karena manusia diciptakan atas dasar iman (tauhid).

Menurut Ibnu Taimiyah fitrah manusia dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:

1.      Fitrah Al gharizat (pembawaan), yang berupa akal, nafsu dan hati nurani.

2.      Fitrah Al Munazalat (wahyu ilahi), yang berupa alam dan lingkungan.

Untuk melengkapi tugas manusia tersebut Allah member anugrah berupa ayat-ayat qauliyah (tekstual) dan ayat-ayat kauniah (alam). Penelitian terhadap ayat-ayat qauliah melahirkan ilmu pengetahuan yang akan menghantarkan manusia menjadi bermakna dalam kehidupannya. Sedangkan penelitian terhadap ayat-ayat kauniah akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memudahkan manusia dalam hidupnya. Manusia seperti inilah yang mampu mengembangkan (kecenderungan ketauhidan), mengembangkan segenap potensi dirinya dan potensi kemanusiaannya (piker, rasa, intuisi, imajinasi, pengalaman keagamaan, bahkan rohaninya), serta mampu menghimpunkecintaan kepada kebenaran, kebaikan dan keindahan atau hanif dalam derap nafas dan langkahnya.[2]

Sebaliknya manusia yang tidak mampu menyadari posisinya, tidak mampu mengembangkan fitrah maupun potensi kemanusiaannya serta tidak  mampu menghimpun sikap cinta terhadap kebenaran, kebaikan dan keindahan, akan bergeser kepada predikat yang rendah dan hina seperti zalim, khianat, penipu, sombong, angkuh, takabur, kufur, bahkan bisa musyrik suatu predikat yang tidak bakal memperoleh pengampunan Tuhan.[3]

B.     Wanita, Kesetaraan dalam Pendidikan Islam

Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, semua manusia dihadapan Allah sama, yang membedakan hanyalah taqwanya. Sebagaimana firman Allah Swt. QS. Al Hujurat ayat 13 sebagai berikut:

 

Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Islam memberikan hak yang sama kepada laki-laki dan perempuan, oleh karena itu apa yang dicita-citakan oleh lakilaki juga dapat dicita-citakan oleh perempuan, tergantung usaha yang dilakukan oleh setiap individu. Hal ini dijelaskan dalam QS. An Nisa ayat 32 sebagai berikut

Artinya : bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.

 

 

Ayat tersebut di atas, menjelaskan adanya emansipasi (persamaan hak antara laki-laki dan perempuan) dalam berbagai usaha, termasuk dalam pendidikan. Hal ini juga dijelaskan oleh

Rasulullah Saw. Sebagaimana sabdanya:

Artinya : Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat (H.R. Ibnu Abdil Bari).

Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. juga menjelaskan: hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya : Barang siapa mengurus suatu urusan anak-anak perempuan ini, lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari siksa neraka. (HR. Bukhari dan Muslim)[4]

 

Dalam dunia pendidikan wanita berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mulai dari pendidikan pra sekolah sampai ke perguruan tinggi, dan bebas memilih berbagai jurusan, serta memperdalam dan mengembangkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, sesuai dengan bakat dan kemampuannya.[5]

Wanita yang telah menempuh jenjang pendidikan sampai ke perguruan tinggi, maka dia pun akan bersaing dalam berbagai bidang, baik di lembaga pemerintah maupun di lembaga swasta untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu yang telah dia peroleh di perguruan tinggi tersebut. Dalam hal ini, wanita sudah memasuki dunia kerja. Dalam kariernya di dunia kerja, wanita tidak jarang menempati posisi penting dalam jabatannya, dari jabatan sekretaris sampai pimpinan bahkan menjadi Presiden. Dengan demikian peranan seorang wanita menjadi ganda, di satu sisi dia sebagai pimpinan di suatu lembaga atau pekerja, dan di sisi lain dia sebagai ibu rumah tangga yang wajib mengurus keluarganya.

Islam memperbolehkan emansipasi wanita menurut perspektif ajaran Islam. Wanita yang sudah berkeluarga (menikah) boleh berkarier atas izin suaminya, maksudnya ada kesepakatan antara suami dan istri, hal ini bertujuan agar keluarga tetap harmonis, anak mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya baik dari segi pendidikannya maupun dari segi pergaulannya.

Emansipasi wanita boleh, tetapi harus sesuai dengan kodratnya. Setinggi apapun pangkat dan jabatan seorang wanita, ketika di rumah dia kembali kepada kodratnya sebagai ibu rumah tangga atau ibu dari anak-anaknya, dia harus tunduk kepada suaminya. Sebagaimana yang dijelaskan Allah Swt. dalam QS.

An Nisa ayat 34 sebagai berikut:

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). Wanitawanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkanny. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

 

C.    Pembentukan Masyarakat Islam Pertama (Sebuah Ilustrasi)

1.      Sejarah Pembentukan Masyarakat Islam Pertama oleh Rasulullah Saw.

a.         Sejarah Pembentukan Masyarakat Islam Sejak Kelahiran Nabi Muhammad

Menjelang kelahiran Nabi Muhammad situasi masyarakat Mekkah dan sekitarnya pada saat itu sedang mengalami zaman kegelapan. Masyarakat Mekkah kehilangan kendali, tidak ada panutan yang dapat menuntun kearah kebaikan, adanya hanyalah kehidupan jahiliyah. Perilaku masyarakat senantiasa bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Tidak ada yang menyembah Allah, masa itu lebih dikenal dengan zaman jahiliyah, yakni zaman kebodohan atau kegelapan terhadap kebenaran.

Dalam situasi masyarakat semacam itulah nabi Muhammad dilahirkan dan pada saatnya akan menjadi pemimpin umat yang mampu membawa peradaban manusia kearah kehidupan yang lebih baik dan bermartabat.

Nabi Muhammad Saw. adalah keturunan Quraisy, ayahnya bernama Muhammad dan ibunya bernama Aminah, beliau dilahirkan dalam keadaan yatim, ayahnya meninggal di kala Nabi Muhammad Saw. dalam kandungan kurang lebih 7 bulan. Nabi Muhammad Saw. lahir pada tanggal 12 Rabiul awal tahun gajah atau tanggal 20 April 571 M.[6] Disebut tahun gajah karena pada saat kelahiran nabi Muhammad Saw. bersamaan dengan peristiwa pemberontakan yang dipimpin oleh Abrahah dengan segenap pasukannya dengan tujuan untuk menghancurkan ka’bah.

Menjelang usianya yang keempat puluh, nabi sudah sering memisahkan diri dari pergalauan masyarakat, berkontemplasi ke gua hira, beberapa kilometer di Utara Mekkah. Disana Muhammad mula-mula, berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul dihadapan nabi, menyampaikan wahyu Allah yang pertama.[7] Yaitu Q.S Al-alaq : 1-5.

Sebagaiberikut:

ù&tø%$# ÉOó™$$Î/ y7În/u‘ “Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/u‘ur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   “Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  

 

 

Artinya : ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Dengan turunnya wahyu pertama, berarti Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.

Setelah wahyu pertama itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke gua hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya, yaitu Q.S Al-Muddatstsir : 1-7. Sebagai berikut:

 

$pkš‰r'¯»tƒ ãÏoO£‰ßJø9$# ÇÊÈ   óOè% ö‘É‹Rr'sù ÇËÈ   y7­/u‘ur ÷ŽÉi9s3sù ÇÌÈ   y7t/$u‹ÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ   t“ô_”9$#ur öàf÷d$$sù ÇÎÈ   Ÿwur `ãYôJs? çŽÏYõ3tGó¡n@ ÇÏÈ   šÎh/tÏ9ur ÷ŽÉ9ô¹$$sù ÇÐÈ  

 

Artinya : ”Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah.Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”

Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah di Mekkah, dengan beberapa strategi, yaitu :

1)      Disampaikan secara sembunyi-sembunyi

Pada mulanya, dakwah nabi Muhammad Saw. Di Mekkah dimulai dari sanak keluarga dan kerabat dekat, itupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi di rumah

salah seorang sahabat yang bernama Al-Arqam bin Abil Arqam Al-Makhzumi. Diantara kerabat yang masuk Islam waktu itu antara lain Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Zaid bin Haritsah. Diantara sahabat yang menyusul masuk Islam antara lain Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, Fatimah binti Khattab serta suaminya (Said bin Zaid), Arqam bin Abil Arqam, Thalhah bin Ubaidillah. Mereka termasuk “Assabiqunal Awwalun”, yakni orang-orang yang pertama kali masuk Islam.[8]

2) Disampaikan secara terang-terangan

Cara ini dilakukan setelah Rasulullah mendapat wahyu dari Allah Swt. untuk menyampaikan dakwah secara terang-terangan, yaitu Q.S Al-Hijr : 94-95 sebagai berikut:

÷íy‰ô¹$$sù $yJÎ/ ãtB÷sè? óÚ̍ôãr&ur Ç`tã tûüÏ.Ύô³ßJø9$# ÇÒÍÈ   $¯RÎ) y7»oYø‹xÿx. šúïÏä̓öktJó¡ßJø9$# ÇÒÎÈ  

 

Artinya : ”Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu).”

Dakwah secara terang-terangan yang dilakukan nabi Muhammad Saw. mendapat reaksi yang cukup keras dari para pemuka dan tokoh Quraisy, antara lain Abu Lahab, Abu Jahal, Uqbah bin Abi Muatih, dll. Reaksi keras yang dilakukan oleh para tokoh Quraisy tersebut antara lain berupa ejekan, hinaan, hasutan, ancaman, dan penganiayaan secara fisik. Reaksi yang keras itu disebabkan anggapan mereka bahwa ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw. bertentangan dengan kepercayaan dan kebiasaan mereka sehari-hari. Namun, Rasulullah tetap tabah dan sabar, dakwahpun tetap dijalankan, bahkan semakin terang-terangan dan meluas ke wilayah lain.

Demi tujuan rohani yang luhur itulah, tidak untuk tujuan yang lain, nabi mengalami penyiksaan, kabilah Quraisy sama berkomplot hendak membunuhnya di ka’bah. Rumahnya dilempari batu, keluarga dan pengikutpengikutnya diancam. Tetapi semua itu malah membuatnya makin tabah, makin gigih meneruskan dakwah. Yang menambah pula dakwah itu berkembang sebenarnya karena teladan yang diberikan nabi Muhammad sangat baik, ia banyak berbakti dan penuh kasih sayang, sangat rendah hati, malam hari pun, dalam ia bertahajud, malam dia tidak cepat tidur membaca wahyu yang disampaikan kepadanya. Permohonannya selalu dihadapkan kepada Allah. Merupakan suatu teladan yang membuat mereka yang sudah beriman dan menyatakan diri Islam, makin besar cintanya kepada Islam dan makin kokoh pula imannya. Mereka sudah berketetapan hati meninggalkan anutan nenek moyang mereka dengan menanggung segala siksaan kaum musyrik yang hatinya belum lagi disentuh iman.[9]

Melihat reaksi penduduk Mekkah demikian rupa, nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam ke luar kota. Namun, di Thaif ia diejek, disoraki, dan dilempari batu, bahkan sampai terluka di bagian kepala dan badannya. Untuk menghibur nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra’ dan memikrajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu. Setelah peristiwa Isra’ dan Mikraj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yatsribyang berhaji ke Mekkah. Mereka yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam dua gelombang.[10] Yaitu:

a)      Pada tahun kesepuluh kenabian

Beberapa orang Khazraj berkata kepada nabi : “Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan engkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu, kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dari engkau ini.” Mereka giat mendakwahkan Islam di Yatsrib.

b)      Pada tahun keduabelas kenabian

Terdiri dari 10 orang suku Khazraj dan 2 orang suku Aus serta seorang wanita menemui nabi di suatu tempat bernama Aqabah. Dihadapan nabi mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus’ab bin Umair yang sengaja diutus nabi atas permintaan mereka. Ikrar ini disebut dengan perjanjian ‘Aqabah Pertama’. Pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta nabi agar berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela nabi dari segala ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang mereka ajukan. Perjanjian ini disebut perjanjian ‘Aqabah

kedua[11]

Setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara nabi dan orang-orang Yatsrib itu, mereka kian gila melancarkan intimidasi terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat nabi segera memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Dalam waktu dua bulan, hampir semua kaum muslimin, kurang lebih 1500 orang telah meninggalkan kota Mekkah. Hanya Ali dan Abu Bakar tetap tinggal di Mekkah bersama nabi. Keduanya membela dan menemani nabi sampai ia pun berhijrah ke Yatsrib karena kafir Quraisy sudah merencanakan akan membunuhnya.

Dalam perjalanan ke Yatsrib nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini nabi membangun sebuah mesjid. Inilah mesjid pertama yang dibangun nabi, sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan nabi, setelah menyelesaikan segala urusan di Mekkah. Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu kedatangannya, waktu yang mereka tunggu-tunggu itu tiba. Nabi memasuki Yatsrib dan penduduk kota ini mengelu-elukan kedatangan beliau dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut Madinatul Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia.

Setelah tiba di Yatsrib (Madinah), nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Di Madinah, disamping orang arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, nabi mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka, sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.[12] Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan Konstitusi Madinah.

Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekkah dan musuh Islam lainnya menjadi risau. Nabi, sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diizinkan berperang dengan dua alasan, yaitu pertama, untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya dan kedua, untuk menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalanginya.33 Dalam sejarah Negara Madinah ini memang banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh. Perang pertama yang sangat menentukan masa depan negara Islam adalah perang badar, perang antara kaum muslimin dengan musyrik Quraisy, pada tanggal 8 Ramadhan tahun ke-2 Hijriah. Dalam perang ini kaum muslimin keluar sebagai pemenang.

Pada tahun ke-6 Hijriah, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, nabi memimpin sekitar seribu kaum muslimin berangkat ke Mekkah untuk melakukan ibadah umrah. Sebelum tiba di Mekkah, mereka berkemah di Hudaibiyah, beberapa kilometer dari Mekkah. Penduduk Mekkah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya diadakan perjanjian Hudaibiyah yang isinya, antara lain :

a) Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah tahun ini tetapi ditangguhkan sampai tahun depan.

b) Lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja.

c) Kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekkah yang melarikan diri ke Madinah, sedang sebaliknya pihak Quraisy tidak harus menolak orang-orang Madinah yang kembali ke Mekkah.

d) Selama sepuluh tahun diberlakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekkah.

e) Tiap kabilah yang ingin masuk kedalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.34

Dengan perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih ka’bah dan menguasai Mekkah sudah makin terbuka. Nabi memang sudah sejak lama berusaha merebut dan menguasai Mekkah agar dapat menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain. Ini merupakan target utama beliau, ada dua faktor pokok yang mendorong kebijaksanaan ini. Pertama, Mekkah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, dan melalui bangsa Arab Islam bisa tersebar keluar. Kedua, Apabila suku nabi sendiri dapat diIslamkan, Islam akan memperoleh dukungan yang kuat karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Setahun kemudian, ibadah haji ditunaikan sesuai dengan rencana. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.

Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh jazirah Arab dan mendapat tanggapan positif. Hampir seluruh jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.

Dari perjalanan sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa nabi Muhammad Saw. disamping sebagai pemimpin agama, juga seorang pemimpin politik dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.

b.       Inti Dakwah Rasulullah di Mekkah

Agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw. adalah penyempurna ajaran yang dibawa oleh rasul sebelumnya. Inti ajarannya sama, yakni ajaran ketauhidan atau mengesakan Allah. Juga hukum-hukum yang lain, seperti anjuran berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk. Pokok ajaran yang disampaikan ketika nabi Muhammad Saw. di Mekkah berkaitan dengan keimanan, akhlak, kabar gembira tentang surge, dan peringatan adanya siksa neraka.

c.       Dasar-dasar Pembentukan Masyarakat Islam

1)      Pembentukan mesjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka.

2)      Ukhuwah Islamiyah, pesaudaraan sesama muslim.

3)      Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.

d.      Misi Nabi Muhammad Saw. untuk Seluruh Umat Manusia

1)      Membawa ajaran Islam

Nabi Muhammad Saw. diangkat menjadi rasul saat berusia 40 tahun. Selama kerasulannya kurang lebih 23 tahun beliau menyampaikan ajaran Islam. Selama itu pula ajaran Islam telah disampaikan secara utuh dan sempurna, sekaligus ditetapkan Allah sebagai agama yang paling sempurna.

2)      Menyampaikan ajaran dari Allah Swt. kepada umat manusia

Ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Bersumber dari Al-Qur’an maupun Hadits. Seluruh ajaran tersebut disampaikan kepada umatnya agar menjadi hamba Allah yang baik.

3)      Memberi kabar gembira dan peringatan kepada umat manusia

Kabar gembira yang berupa nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam dan imbalan yang diberikan Allah Swt. kepada hamba-Nya yang rajin ibadah, begitu pula sebaliknya bagi hamba-Nya yang tidak mau beribadah tentu akan diberi peringatan dan balasan yang sangat

menyedihkan, baik di dunia maupun diakhirat kelak.

4)      Menyempurnakan akhlak manusia

Manusia pada dasarnya baik, namun karena sesuatu sebab sehingga bersikap dan berbuat yang tidak baik. Oleh karena itu misi Rasulullah Saw. salah satunya adalah menyempurnakan akhlak manusia agar menjadi baik.

Tidak banyak waktu yang diperlukan nabi Muhammad dalam menyampaikan ajaran agama, dalam menyebarkan panjinya kepenjuru dunia. Sebelum wafatnya, Allah telah menyempurnakan agama ini bagi muslimin. Dalam pada itu iapun telah meletakkan landasan penyebaran agama itu dikirimnya utusan-utusan membawa surat kepada raja-raja dan penguasa-penguasa lain supaya mereka sudi menerima Islam. Tak sampai seratus lima puluh tahun sesudah itu, bendera Islam pun sudah berkibar.

 

 

2. Pembentukan Masyarakat Madani

a.       Pengertian Masyarakat Madani

Istilah madani berasal dari bahasa arab madaniy, kata madaniy berakar pada kata kerja madana yang artinya mendiami, tinggal, atau membangun. Dalam bahasa Arab kata madaniy mempunyai beberapa arti, diantaranya yang beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan mengetahui makna kata madani, maka istilah masyarakat madani secara mudah bisa dipahami sebagai masyarakat yang beradab, masyarakat sipil, dan masyarakat yang berpaham masyarakat kota yang akrab dengan masalah pluralisme. Dengan demikian, masyarakat madani merupakan suatu bentuk tatanan masyarakat yang bercirikan hal-hal seperti itu yang tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[13]

Dari konsep masyarakat madani, pada prinsipnya yaitu menginginkan suatu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban dan demokrasi. Konsep masyarakat madani yang oleh tokoh agama diidentikkan dengan masyarakat Madinah, maka perlu mengkaji substansi masyarakat Madinah. Masyarakat Madinah ditandai dengan piagam Madinah sebagai kesepakatan yang landasannya hak asasi manusia, sebagai sistem persaudaraan, yaitu persaudaraan yang lebih mencintai orang lain dari pada dirinya, dasar ikatan iman, cinta, kasih sayang, tolong-menolong, saling menghormati. Membebaskan manusia dari penderitaan dan lebih memihak kepada kelompok lemah.

Nampak bahwa masyarakat madani mempunyai cita-cita kemerdekaan individu, persamaan hak, dan persaudaraan.

b.      Prinsip-Prinsip Dasar Masyarakat Madani

Prinsip dasar masyarakat madani dalam konsep politik Islam sebenarnya didasarkan pada prinsip kenegaraan yang dijalankan pada masyarakat Madinah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Masyarakat Madinah adalah masyarakat plural yang terdiri dari berbagai suku, golongan dan agama.

Prinsip dasar yang lebih detail mengenai masyarakat madani ini diuraikan oleh Akram Dliya’ al-Umari dalam bukunya al-Mujtama’ al-Madaniy fi ‘Ahd al-Nubuwwah (Masyarakat Madani pada Periode Kenabian),38 ada beberapa prinsip

dasar yang bisa diidentifikasi dalam pembentukan masyarakat madani, diantaranya adalah :

1)      Adanya sistem muakhah (persaudaraan)

Islam memandang orang-orang muslim sebagai saudara. Dalam Q.S Al-Hujurat ayat 10 dijelaskan Sebagai

berikut:

$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ  

 

Artinya:”Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”

Membangun suatu hubungan persaudaraan yang akrab dan tolong-menolong dalam kebaikan adalah kewajiban bagi setiap muslim.

2)      Ikatan iman

Islam menjadikan ikatan iman sebagai dasar paling kuat yang dapat mengikat masyarakat dalam keharmonisan.

3)      Ikatan cinta

Nabi membangun masyarakat Madinah atas dasar cinta dan saling tolong menolong. Hubungan antara sesama mukmin berpijak atas dasar saling menghormati. Orang kaya tidak memandang rendah orang miskin, tidak juga pemimpin terhadap rakyatnya atau yang kuat terhadap yang lemah.

4)      Persamaan si kaya dan si miskin

Dalam masyarakat Madinah si kaya dan si miskin mulai berjuang bersama atas dasar persamaan Islam dan mencegah munculnya kesenjangan kelas dalam masyarakat.

5)      Toleransi umat beragama

Toleransi umat beragama yang dilaksanakan pada masyarakat Madinah antara sesama agama Islam.

c.       Mewujudkan Masyarakat Madani

Terbentuknya masyarakat madani merupakan bagian mutlak dari wujud cita-cita kenegaraan, yakni mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nabi membangun masyarakat Madinah yang berperadaban memakan waktu yang cukup lama. Beliau membangun masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis, dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-Nya, yang dalam peristilahan kitab suci disebut semangat rabbaniyah, dalam al quran Ali-imran 79 sebagai berikut:

$tB tb%x. @t±u;Ï9 br& çmuŠÏ?÷sムª!$# |=»tGÅ3ø9$# zNõ3ßsø9$#ur no§qç7–Y9$#ur §NèO tAqà)tƒ Ĩ$¨Z=Ï9 (#qçRqä. #YŠ$t6Ï㠒Ík< `ÏB Èbrߊ «!$# `Å3»s9ur (#qçRqä. z`¿ÍhŠÏY»­/u‘ $yJÎ/ óOçFZä. tbqßJÏk=yèè? |=»tGÅ3ø9$# $yJÎ/ur óOçFZä. tbqߙâ‘ô‰s? ÇÐÒÈ  

 

Artinya :”Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”

 

 

Rabbani ialah orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah Swt.

Semangat rabbaniyah (dimensi vertikal) yang tulus akan memancar dalam semangat perikemanusiaan, yaitu semangat insaniyah, yakni semangat horizontal hidup manusia. Selanjutnya semangat perikemanusiaan ini akan memancar dalam berbagai bentuk hubungan pergaulan sesama manusia yang penuh budi luhur.39

Masyarakat berfungsi sebagai penerus budaya dari generasi ke generasi selanjutnya secara dinamis sesuai situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat.

Dalam lingkungan masyarakat yang luas, partisipasi seluruh unsur terkait sangat diharapkan, yaitu para pemuka agama, pemerintah daerah, penguasa setempat, penegak hukum, pendidik, organisasi pemuda dan sebagainya harus memiliki

tanggung jawab bersama.

Dalam rangka menegakkan masyarakat madani, Nabi tidak pernah membedakan antara “orang atas”, “orang bawah”, atau keluarga sendiri. Nabi bersabda bahwa hancurnya bangsa-bangsa di masa lalu adalah karena jika “orang atas” yang melakukan kejahatan dibiarkan, tetapi jika “orang bawah” melakukannya pasti dihukum.

Hasil penemuan teknologi informasi yang berkembang, maka teknologi itu telah mengubah bentuk masyarakat manusia, sebuah dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan informasi, transportasi serta teknologi yang begitu cepat dan begitu besar pengaruhnya peradaban umat manusia.

 

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Kata fitrah berasal dari kata fathara (menciptakan), kata fitrah merupakan isim masdar, yang berarti sifat dasar yang ada pada  saat disiptakannya atau asal kejadian.

Dalam dunia pendidikan wanita berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mulai dari pendidikan pra sekolah sampai ke perguruan tinggi, dan bebas memilih berbagai jurusan, serta memperdalam dan mengembangkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Islam memperbolehkan emansipasi wanita menurut perspektif ajaran Islam. Wanita yang sudah berkeluarga (menikah) boleh berkarier atas izin suaminya, maksudnya ada kesepakatan antara suami dan istri, hal ini bertujuan agar keluarga tetap harmonis, anak mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya baik dari segi pendidikannya maupun dari segi pergaulannya.

Pembentukan masyarakat Islami untuk pertama kalinya dikerjakan rasulullah saw. Beberapa langkah praktis yang dilakukan oleh rasulullah dalam membentuk masyarakat Islam sebagai berikut;

1.    Membangun masjid

2.    Pembinaan melalui persaudaraan kaum muslimin

3.    Perjanjian kaum muslimin dengan orang-orang diluar islam (piagam madinah)

 



[1] Zainudin, seluk beluk pendidikan Al Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet. 1,hlm. 64

[2] Kamrani Buseri, ReinventingPendidikan Islam, (Banjarmasin: Antasari press, 2010), cet. 1 hlm.89-90

[3] Ibid, hlm. 90

[4] Abu Saqqah, jati diri wanita menurut Al quran dan Al Hadits, (Bandung: Al- Bayan, 1994), cet. II,hlm. 125-126.

[5] Muhammadiyah Djafar, Membina Pribadi Muslim, (Jakarta: Kalam Mulia,1994), hlm. 208-209

[6] Tim Abdi Guru, Ayo Belajar Agama Islam, (Jakarta : Erlangga,2007) hlm 111.

[7] Bandri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Dirasah Islamiyah II), (Jakarta: PT Raja Gafindo persada, 1993), hlm. 18

[8] Tim abdi Guru, Op.cit.,hlm.183

[9] Muhamad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: litera antar Nusa, 2009),hlm.93

[10] Bandri Yatim Op.cit., hlm. 24.

[11] Ibid, hlm. 24.

[12] Muhammad Husain Haekal, Op.cit., hlm. 199-205

[13] Ajad Sudrajat dkk. Din al-Islam,(Yogyakarta: UNY Press, 2009), hlm. 113-114